Jakarta- Ketua Badan Pemantau dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi (BP2 Tipikor), Agustinus Petrus Gultom, kembali menyoroti efektivitas anggaran pengendalian banjir DKI Jakarta. Ia menilai alokasi dana yang terus meningkat setiap tahun tidak berbanding lurus dengan kondisi lapangan, di mana sejumlah wilayah masih terendam banjir.
“Setiap tahun angka anggarannya besar, tapi masyarakat tetap jadi korban banjir. Ini pertanyaan fundamental yang harus dijawab pejabat terkait, secara jujur,” tegas Agustinus, Rabu (10/12/2025).
Agustinus mendesak audit komprehensif terhadap seluruh program penanggulangan banjir, termasuk sumur resapan, pembangunan waduk, serta proyek tanggul pantai. Ia menilai lemahnya pengawasan membuat potensi penyimpangan anggaran masih terjadi di berbagai titik.
“Kami meminta DPRD DKI, Inspektorat dan penegak hukum turun tangan segera. Jangan tunggu bencana besar baru ribut. Ini menyangkut hak hidup warga Jakarta,” ujarnya.
Agustinus juga menyoroti minimnya koordinasi lintas sektor serta keterlibatan masyarakat dalam perencanaan proyek banjir. Menurutnya, potensi korupsi dalam proyek infrastruktur bukan hanya soal mark-up, tetapi juga soal kelalaian negara dalam menjamin keselamatan publik.
“Masyarakat tidak butuh angka APBD, mereka butuh bukti nyata bahwa setiap rupiah digunakan untuk keselamatan mereka — bukan hanyut dalam praktik korupsi dan proyek asal jadi,” katanya.
Ia kemudian merinci sejumlah persoalan anggaran yang dinilai bermasalah di lingkungan Dinas Sumber Daya Air (SDA) Pemprov DKI Jakarta, di antaranya:
– Pembelian sebidang tanah senilai Rp276,98 miliar di Kedoya Selatan, Jakarta Barat.
– Dugaan korupsi pembelian tanah seluas 352 m² di Jl. TB Simatupang, Tanjung Barat, Jagakarsa.
– Dugaan korupsi pembangunan Saringan Sampah Otomatis Rotary tahun 2021 di Sudin SDA Jakarta Utara.
– Dugaan permainan anggaran terkait pekerjaan Rotary Screen di Pompa Aneka Elok Jakarta Timur serta proyek pengadaan karung.
Agustinus menambahkan bahwa Jakarta kembali mengalami banjir tahun ini, meski anggaran penanganan banjir melonjak hingga Rp5,6 triliun angka tertinggi dalam lima tahun terakhir. Ironisnya, sistem drainase kolaps di banyak titik.
“Anggaran naik, tapi hasilnya tetap mengecewakan. Jakarta tetap banjir, proyek terus berjalan tanpa jaminan kualitas dan tanpa kepastian hasil,” tandasnya.
Ia menyebut masalah utama bukan semata dana, melainkan lemahnya manajemen pelaksanaan serta minimnya pengawasan. Situasi ini, menurutnya, diperparah oleh kondisi internal Dinas SDA.
“Sebelum pejabat Dinas SDA dan lima Kasudin SDA dibenahi, mustahil pekerjaan di lapangan bisa berkualitas. Masih banyak kebocoran akibat praktik ‘cincai-cincai’, bagi-bagi proyek, dan komitmen fee,” ungkapnya.
Agustinus lantas mendesak Gubernur DKI Jakarta mengambil langkah tegas dengan berani bersih-bersih. Copot pejabat yang bermasalah di unit SDA dulu sebelum memberi amanah pekerjaan.
"Tanpa itu, perbaikan hanya sebatas wacana,” tegas Agustinus.
Ia juga menyoroti lemahnya operasional pompa mobile, rumah pompa, pintu air dan kinerja petugas SDA. Kondisi itu terlihat dari sejumlah wilayah yang masih terendam, terutama di Cilincing dan Marunda, Jakarta Utara.
“Tanpa evaluasi menyeluruh, tanpa pengawasan ketat, triliunan rupiah hanya akan menjadi angka di atas kertas. Sementara warga tetap hidup dalam ancaman banjir,” tutupnya.
Fitri (42), Warga RT 02/ RW 07 Marunda, Cilincing, Jakut mengatakan wilayahnya dengan jumlah warga sekitar 100 KK sudah terendam banjir selama 3 (tiga) hari lamanya. Menurutnya, pembangunan pintu air tahun 2024 justru menjadi proyek mubazir. Bukannya menghalau air laut, air justru terus merembes dari sela-sela sheet pile yang diduga dikerjakan asal jadi saja.
“Kami sudah terendam banjir selama tiga hari, dengan ketinggian hingga 1 meter lebih. Pekerjaan pintu air malah memperparah kondisi saat banjir, sekarang malah harus bangun tanggul karung lagi. Semua usulan lewat Musrenbang selama 15 tahun tak pernah ditanggapi. Lampu jalan, perbaikan jalan, bahkan pos RT kami bangun lewat CSR dari perusahaan swasta. Pemerintah? Nol besar!” tegas Fitri kesal sambil menunjuk kondisi banjir.
Polisi Dituding Tak Serius Tangani Dugaan Koruspi
Kinerja Tim Tipidkor Polres Metro Jakarta Utara pada proses penyelidikan dugaan korupsi Pembangunan Mesin Saringan Sampah Otomatis Rotary di Rumah Pompa Bulak Cabe (Cilincing) Dan Bukit Gading Raya (BGR-Kelapa Gading) Tahun Anggaran (TA) 2021, yang dikerjakan CV. Mega Jaya Teknindo (CV. MJT) dengan nilai penawaran harga Rp. 12.418.832.214,80 atau 96,5 persen dari nilai HPS, di Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Urata (Sudin SDA Jakut), yang dilaporkan tahun 2021 lalu dituding jalan di tempat.
Agustinus menjelaskan, data dan adanya bukti pengerusakan sudah ada, seharusnya pihak penyidik bisa menetapkan Kasudin dan pelaksana sebagai tersangka. Keseriusan pihak Polres Metro Jakarta Utara menangani perkara ini patut dipertanyakan. Sudah lebih 3 (tiga) tahun, pihak Penyidik Tipidkor belum juga ada penetapan tersangka pada proyek yang di monopoli pihak PT. TRI JAYA PRESISI dan kelompoknya di jajaran SDA DKI Jakarta.
"Penyidik takut atau ada yang mengintervensi? Ketua Tim Tipidkor Beben Lius jangan mau di suap?” katanya.
Ini proyek arogansi, lanjut Agustinus, bukan karena kebutuhan tetapi karena kemauan. Penganggaran, perencanaan, pelelangan, pelaksanaan, penagihan, hingga pengawasannya diduga bermasalah, termaksut adanya dugaan memonopoli seluruh pekerjaan saringan Sampah Rotary oleh pihak PT. TRI JAYA PRESISI dengan mengelabui publik mengunakan perusahaan kerabatnya. Sebelum proyek dilaksanakan, kami telah menghimbau Kasudin Adrian Mara Maulana dan jajaran terkait untuk menghentikannya, namun lantaran adanya dugaan gratifikasi dari pelaksana, pekerjaan terus dilaksanakan, jelasnya.
Seperti pernah dilansir, beberapa waktu lalu, Ketua Tim Tipidkor Polres Jakut, Aiptu Beben Lius dengan Anggota Tim nya Brigadir Daulat Topan dan Briptu Mutiara Ayu Rahmawati mengatakan, pihaknya sudah memintai keterangan dari Ketua Pokja Pelelangan, Kepala Sudin SDA Jakut Adrian Mara Maulana, Kepala Seksi, Frans Siahaan, Direktur CV. Mega Jaya Teknindo selaku pihak pelaksana, Direktur PT TJP selaku pensuplai saringan sampah Rotary dan pihak Konsultan Pengawas. Pihaknya optimis, akan banyak menjerat dan menetapkan para tersangka, faktanya hingga saat ini belum ada penetapan para tersangka.
“Kami masih berkerja dan menentukan siapa yang terlibat dan turut serta pada proses pelelangan, pelaksanaan, pengawasan hingga penagihan pekerjaan. Kami juga dibantu langsung oleh pihak Dittipidkor Bareskrim Polri guna mempercepat penetapan tersangka, mencegah adanya intervensi dan penghitungan total kerugian negara. Ada indikasi aktor besar yang membagi-bagi pekerjaan untuk mengelabui pemeriksaan dan publik serta memonopoli pekerjaan tersebut,” jelas Aiptu Beben Lius, bebepa waktu lalu kepada wartawan.
Reporter : Redaksi//Herry








