Jakarta Pusat, Benua Post Nusantara —
Budi Gunadi Sadikin kembali ditunjuk sebagai Menteri Kesehatan dalam Kabinet Merah Putih periode 2024–2029 yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto. Sejumlah pekerjaan rumah besar kini menanti Kementerian Kesehatan, termasuk membongkar jaringan peredaran obat ilegal dan obat keras terbatas (K).
Maraknya peredaran obat keras golongan HCI diduga tidak lepas dari lemahnya pengawasan serta peran berbagai pihak, mulai dari BPOM RI hingga aparat penegak hukum. Di wilayah hukum Polres Jakarta Pusat, praktik perdagangan obat keras terbatas disebut-sebut sudah menggurita. Dugaan adanya kartel pengedar obat keras mencuat setelah sejumlah toko kedapatan menjual obat tanpa nomor izin edar (NIE) BPOM RI.
Lokasi Diduga Menjadi Titik Peredaran
Hasil penelusuran redaksi di wilayah Johar Baru, tepatnya di Jalan Kramat Raya Baru, menunjukkan adanya toko yang diduga menjual obat keras tanpa izin. Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa toko tersebut sudah beroperasi cukup lama.
“Toko ini punya bos saya bang. Kalau ada apa-apa nanti bos yang urus semuanya. Kami juga koordinasi dengan Bang R (koordinator toko obat). Untuk urusan Polsek dan Polres semua melalui bos,” ujar seorang penjaga toko kepada redaksi.
Regulasi Ketat yang Diabaikan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 02396/A/SK/VIII/1989, obat keras daftar G seharusnya hanya boleh dibeli dengan resep dokter. Namun di lapangan, obat seperti Tramadol, Hexymer, Alprazolam, hingga Camlet masih ditemukan dijual bebas.
Bahkan, sebagian obat yang beredar diduga palsu karena tampilan kemasan yang polos dan tidak memiliki nomor edar resmi BPOM.
Ancaman Hukuman Berat
Tindakan memproduksi dan mengedarkan obat ilegal melanggar Pasal 196 dan/atau 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dengan ancaman pidana hingga 15 tahun penjara serta denda maksimal Rp1,5 miliar.
Selain itu, beberapa obat seperti kodein, morfin, tramadol, dan diazepam termasuk golongan yang penggunaannya diawasi secara ketat karena memiliki efek menurunkan kesadaran.
Pengamat Kebijakan Publik Soroti Penegakan Hukum
Menanggapi maraknya peredaran obat keras ilegal, pengamat kebijakan publik Fritz menilai bahwa aparat penegak hukum harus mempersempit ruang gerak para pengedar.
“Peredarannya terjadi di toko kosmetik dan kios umum. Ini harus menjadi perhatian serius. Jika ada pihak yang mengambil keuntungan dari situasi ini, tentu harus dipertanyakan. Dalam waktu dekat kami akan bersurat ke Kasium Polres Bekasi dan Kepaminal Polda Metro Jaya,” ujarnya kepada Benua Post Nusantara.
BPN 43





