Bekasi, 27 November 2025, benuapostnusantara.com | Lembaga Aliansi Indonesia meminta Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap SPBU 34.171.28 yang berlokasi di Jalan Raya Jatiwaringin, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi, Jawa Barat. SPBU tersebut diduga terlibat dalam praktik penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite.
Dugaan pelanggaran ini mencuat setelah adanya temuan praktik pembelian BBM bersubsidi menggunakan motor tangki jenis Suzuki Thunder yang dilakukan secara berulang (bolak-balik) oleh individu yang bergantian, menggunakan unit motor yang sama. Aktivitas ini diduga kuat berlangsung pada Kamis, 27 November 2025.
Praktik tersebut jelas melanggar regulasi penyaluran BBM subsidi serta bertentangan dengan SOP Pertamina yang secara tegas melarang pengisian BBM bersubsidi menggunakan motor tangki modifikasi atau sejenisnya untuk tujuan penyalahgunaan.
Saat dikonfirmasi awak media, Hendra selaku Pengawas SPBU 34.171.28 mengakui adanya aktivitas pengisian menggunakan motor Thunder tersebut.
“Saya sudah memberikan himbauan kepada seluruh operator setiap briefing,” ujarnya.
Fajar, salah satu operator, turut membenarkan adanya praktik pengisian bolak-balik motor tangki Suzuki Thunder sebanyak tiga hingga empat kali. Ia juga menyebut adanya pemberian upah sebesar Rp3.000 hingga Rp5.000 untuk setiap kali pengisian.
Lebih jauh, Hendra diduga mencoba memberikan uang kepada pimpinan media Buser Kriminalitas dan Lembaga Aliansi Indonesia. Namun upaya tersebut ditolak. Ia bahkan menyebut adanya “titipan dari AWPI setempat,” yang semakin memunculkan tanda tanya atas integritas pengawasan di SPBU tersebut.
Pernyataan serta dugaan praktik tersebut dinilai sangat tidak pantas dan mencoreng tata kelola distribusi BBM bersubsidi yang seharusnya tepat sasaran. Penyalahgunaan BBM subsidi bukanlah pelanggaran ringan, melainkan tindak pidana.
Berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda maksimal sebesar Rp60 miliar.
Dengan munculnya dugaan pelanggaran ini, publik meminta aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh, objektif, dan transparan. Jika terbukti, seluruh pihak yang terlibat, termasuk oknum aparat ataupun pengelola SPBU, harus diberikan sanksi tegas tanpa pandang bulu.
Penegakan hukum yang adil sangat penting untuk memastikan program subsidi BBM tepat sasaran serta memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga pengawasan dan aparat penegak hukum. Kasus ini diharapkan dapat menjadi momentum perbaikan sistem pengawasan distribusi BBM bersubsidi dan mempertegas integritas para pihak yang bertanggung jawab di lapangan.
Tidak boleh ada pihak yang kebal hukum, terlebih jika tindakan tersebut merugikan negara dan masyarakat Jawa Barat.
Reporter: Redaksi //Herry









