Tanjungpinang, Benua Post Nusantara —
Dugaan praktik korupsi dan permainan proyek di lingkungan RSUD Raja Ahmad Tabib (RSUD RAT) Provinsi Kepulauan Riau kembali menjadi sorotan tajam publik. Sejumlah laporan dan temuan masyarakat yang telah disampaikan kepada aparat penegak hukum hingga kini belum mendapatkan tindak lanjut yang nyata.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: ada kekuatan apa di balik diamnya penegak hukum terhadap eks Direktur RSUD RAT, dr. Yusmanedi?
Selama masa kepemimpinannya, RSUD RAT disebut-sebut menjadi lahan empuk bagi praktik pengaturan proyek dan nepotisme terstruktur. Sumber internal menyebutkan bahwa berbagai proyek pengadaan alat kesehatan, pembangunan gedung, hingga pengelolaan dana operasional rumah sakit dijalankan melalui pola yang diduga sudah “diatur sejak awal” — melibatkan lingkaran orang dalam serta kontraktor tertentu yang memiliki kedekatan dengan pimpinan.
> “Semua proyek besar seolah sudah punya pemenang sebelum tender dibuka. Nama-nama kontraktor yang menang bisa ditebak dari awal,”
ungkap salah satu sumber internal RSUD RAT yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Lebih jauh, dugaan konspirasi sistematis dalam pengaturan proyek ini disebut juga melibatkan oknum di luar rumah sakit yang memiliki akses politik dan kekuasaan. Pola semacam ini diduga masih terus berlanjut meski dr. Yusmanedi tidak lagi menjabat, seolah jejaringnya tetap aktif dan dilindungi oleh sejumlah pihak berkepentingan.
Akibat praktik tersebut, potensi kerugian keuangan daerah dan negara dinilai sangat besar, sekaligus mencederai prinsip transparansi dalam pengelolaan dana publik di sektor kesehatan.
Ironisnya, meskipun laporan masyarakat telah disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Kepri dan Polda Kepri, hingga kini belum terlihat langkah tegas untuk melakukan penyelidikan. Situasi ini menimbulkan persepsi publik bahwa eks Dirut RSUD RAT, dr. Yusmanedi, terkesan kebal hukum.
Beberapa kalangan masyarakat sipil menilai bahwa pembiaran terhadap dugaan kasus ini bisa menjadi preseden buruk di Kepri, di mana pejabat yang memiliki jejaring kuat dapat bebas dari jerat hukum meskipun terdapat indikasi kuat penyimpangan.
> “Jika aparat tidak segera bertindak, publik akan menilai adanya pembiaran terhadap dugaan korupsi. RSUD RAT harus diaudit total, mulai dari masa jabatan dr. Yusmanedi hingga kepemimpinan yang sekarang,”
tegas salah satu aktivis anti-korupsi di Tanjungpinang.
Dugaan kolusi di RSUD RAT bahkan disebut merembet ke RSUP Kepri, di mana beberapa nama pejabat lama masih memiliki pengaruh besar dalam penentuan kebijakan dan proyek. Keterkaitan antarinstansi ini semakin memperkuat dugaan adanya jaringan KKN yang saling menopang untuk melindungi kepentingan kelompok tertentu.
Seruan Publik
Masyarakat dan pegiat anti-korupsi mendesak KPK, Kejati Kepri, serta aparat penegak hukum pusat untuk segera turun tangan dan mengusut tuntas seluruh dugaan pelanggaran, termasuk kemungkinan adanya gratifikasi dan suap dalam pengaturan proyek.
Penegakan hukum yang tebang pilih akan menjadi ancaman serius bagi kepercayaan publik terhadap lembaga kesehatan dan pemerintahan daerah. Tidak boleh ada pihak yang kebal hukum, termasuk eks pejabat seperti dr. Yusmanedi yang kini menjadi sorotan publik atas jejak kepemimpinannya di RSUD RAT Kepri.
Publik kini menanti keberanian aparat penegak hukum untuk membuka kembali laporan-laporan yang selama ini terkesan “mati suri”. Jika tidak, kasus dugaan korupsi di RSUD RAT Kepri akan menjadi simbol lemahnya integritas penegakan hukum serta kuatnya oligarki proyek di tubuh institusi pelayanan publik.
Editor: Hingga berita ini diterbitkan, pihak-pihak terkait belum dapat dikonfirmasi. Redaksi membuka ruang untuk klarifikasi dan hak jawab dari semua pihak yang disebut dalam pemberitaan ini.
(DK)










