Nganjuk Benua Post Nusantara.com
Janji pemerintah soal pendidikan gratis di sekolah negeri ternyata tinggal slogan. Di lapangan, wali murid justru dibebani berbagai pungutan: uang gedung, uang LKS, seragam, iuran ulang tahun sekolah, hingga SPP. Semua ini membuat pendidikan terasa makin berat, terutama bagi rakyat kecil yang berharap sekolah negeri bisa meringankan beban mereka.
Dinas Pendidikan seharusnya menjadi pengawas sekaligus pelindung hak masyarakat atas pendidikan. Namun yang tampak justru pembiaran. Pungutan kerap disamarkan sebagai “sumbangan sukarela”, padahal wali murid tidak pernah benar-benar punya pilihan untuk menolak.
Sekolah negeri akhirnya beroperasi layaknya sekolah komersial. Ironis, ketika dana BOS, BOP, hingga anggaran pendidikan 20 persen dari APBN/APBD digembar-gemborkan, namun pungutan tetap menghantui orang tua murid.
Pendidikan seharusnya menjadi jalan memerdekakan anak bangsa, bukan jerat baru yang menindas ekonomi keluarga. Dinas Pendidikan tidak bisa terus bersembunyi di balik alasan “kebutuhan sekolah”. Jika benar serius, lakukan audit transparan, larang keras semua pungutan, dan beri sanksi pada kepala sekolah maupun oknum yang membiarkan praktik ini.
Tanpa langkah tegas, jargon “pendidikan gratis” hanya akan menjadi kebohongan negara yang terus diwariskan, sementara rakyat kecil tetap diperas di balik tembok sekolah negeri.***(Mariyono)
Opini Oleh:Ketua DPC LSM FAAM Nganjuk.