Denpasar, benuapostnusantara.com – Dugaan intimidasi terhadap jurnalis Radar Bali oleh oknum anggota Polwan Polda Bali, Aipda Ni Luh Putu Eka Purnawijayanti, memasuki babak baru. Kuasa Hukum Radar Bali, I Made “Ariel” Suardana, SH., MH., menyampaikan bahwa oknum Polwan tersebut segera menjalani sidang etik di internal kepolisian.
Pernyataan ini disampaikan Ariel saat mendampingi jurnalis Radar Bali, Andre, di Mapolda Bali, Selasa (8/7/2025). Ariel yang dikenal sebagai advokat muda dan nyentrik, menyebut bahwa Andre telah diperiksa secara resmi oleh Divisi Pertanggungjawaban Profesi (Wabprof) Polda Bali terkait dugaan pelanggaran kode etik profesi.
“Pemeriksaan klarifikasi dilakukan pada hari, Selasa (8/7), dimulai sekitar pukul 13.00 WITA dan berlangsung hampir tiga jam. Andre dicecar 14 pertanyaan terkait insiden saat peliputan HUT Bhayangkara ke-79 pada 1 Juli 2025 lalu,” ungkap Ariel.
Menurut Ariel, pemeriksaan fokus pada dugaan intimidasi yang dilakukan oleh oknum Polwan saat Andre sedang menjalankan tugas jurnalistiknya. Dalam pemeriksaan tersebut, status kasus ini juga telah dinaikkan dari tahap penyelidikan ke penyidikan.
“Artinya, dalam waktu dekat akan dilakukan gelar perkara untuk menentukan kelanjutan proses etik. Kami mengapresiasi langkah cepat ini,” jelasnya kepada awak media.
Ariel menegaskan, tindakan oknum Polwan yang menunjuk-nunjuk, berbicara dengan nada tinggi, hingga memaksa Andre untuk mematikan kamera saat merekam peristiwa, adalah bentuk arogansi dan bentuk intervensi terhadap kerja-kerja jurnalistik.
“Tindakan ini jelas mencederai kebebasan pers. Kami berharap pelanggaran etik ini diproses secara objektif dan ditegakkan berdasarkan tingkat kesalahan yang dilakukan,” tegas Ariel, yang juga pemilik Kantor Hukum LABHI Bali.
Ia menyerahkan sepenuhnya proses kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), namun juga meminta Kapolda Bali Irjen Pol. Daniel Adityajaya, S.H., S.I.K., M.Si., untuk turun tangan langsung dalam pengawasan kasus ini.
“Ini bukan perkara sepele. Intimidasi terhadap jurnalis adalah preseden buruk bagi demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia. Kami akan terus mengawal proses ini agar berjalan sesuai hukum dan kode etik profesi kepolisian,” tutup Ariel.