Jakarta II
Jum'at.19/12/2025
Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, menyoroti secara tajam praktik kebijakan pendidikan tinggi yang dinilai tidak adil dan diskriminatif antara Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Kritik ini disampaikan merespons pernyataan Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie mengenai besarnya kuota penerimaan mahasiswa baru di PTN.
Sebelumnya, Stella Christie menyatakan bahwa fokus pemerintah bukan pada kuota, melainkan pada pemberian peluang belajar yang paling luas bagi masyarakat.
Namun, Prof. Didik menilai jawaban tersebut normatif dan tidak menyentuh persoalan struktural yang dihadapi dunia pendidikan tinggi nasional.
Menurutnya, PTN saat ini menikmati sumber pendanaan ganda yang besar, baik dari APBN maupun dari penarikan dana masyarakat melalui kuota mahasiswa yang masif.
Lebih lanjut, Prof. Didik menyatakan bahwa meskipun didanai negara selama lebih dari setengah abad, PTN di Indonesia dinilai masih tertinggal dibandingkan universitas di Singapura dan Malaysia dalam jajaran elite global.
Ia menyayangkan praktik kebijakan yang membiarkan PTN menyerap mahasiswa sebanyak-banyaknya karena menciptakan persaingan potong leher yang mematikan peran PTS.
Dampak dari kebijakan ini, menurut Prof. Didik, adalah tergerusnya peran organisasi masyarakat seperti NU, Muhammadiyah, serta berbagai yayasan pendidikan daerah yang telah berkontribusi mencerdaskan bangsa bahkan sebelum kemerdekaan.Ia mencatat bahwa saat ini masyarakat justru menanggung hingga 70 persen pembiayaan di PTN, yang membuat birokrasi kampus negeri semakin membesar namun tidak efisien.
Sebagai solusi konkret, Prof. Didik mengusulkan adanya koreksi kebijakan fiskal yang mendasar. Ia menyarankan agar anggaran negara untuk PTN dipotong sebesar 50 persen dan dialokasikan secara proporsional kepada PTS.
Langkah ini diusulkan untuk diputuskan melalui APBN-Perubahan pada pertengahan 2026 agar tercipta keadilan dan kesamaan hak dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanat UUD 1945.
Jika pembagian anggaran tidak dapat dilakukan, ia mengusulkan skema alternatif berupa pembatasan ketat penerimaan mahasiswa di PTN.
Ia mendorong agar PTN lebih fokus pada kelompok mahasiswa kurang mampu yang sepenuhnya dibiayai negara dengan skema subsidi silang yang proporsional.Prof. Didik menegaskan bahwa negara harus berhenti mempertahankan praktik diskriminatif dan segera menyelamatkan ekosistem PTS yang selama ini berinvestasi secara mandiri tanpa membebani keuangan Negara.
Penutup.
( Rls / Tim / Red )

