Warga Desa Banjar Sari, Kecamatan Ngronggot, dibuat resah setelah mengetahui dana bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) non-tunai senilai Rp11.133.697 raib dari rekening. Hal itu baru terungkap saat buku rekening zumaroh dicetak di BRI cabang Ngronggot , sementara penerima manfaat mengaku hanya pernah menerima sekali atau dua kali ,dengan nada setengah lupa "seingat saya saya pernah mendapatkan dana bantuan satu atau dua kali sebesar 125 ribu, sekitar tahun 2021 setelah itu hingga saat ini saya tidak mendapatkan dana itu lagi"ungkap zumaroh
Yang lebih mengejutkan, kartu ATM milik penerima manfaat justru dipegang oleh ketua kelompok berinisial LL, bukan oleh pemilik hak penerima manfaat,bertahun tahun,yang kebetulan sipemegang kartu ATM menjadi ketua kelompok PKH di desa Banjarsari. "Sekitar tahun 2021 juga pernah cair pak,namun lebih jelasnya kita cek rekening korannya "ujar LL saat di konfirmasi media. Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar ke mana dana bantuan tersebut sebenarnya mengalir.
Temuan ini semakin menguat setelah media melakukan pengecekan melalui aplikasi Cek Bansos Kementerian Sosial RI. Dalam data resmi itu, nama penerima bantuan dari Banjarsari tercatat aktif sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH hingga periode 2025. Fakta ini membuktikan bahwa yang bersangkutan seharusnya rutin menerima bantuan, namun realitanya justru tidak pernah dirasakan oleh penerima.
Ketua DPC LSM Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat (FAAM) Nganjuk, Achmad Ulinuha, menilai kasus ini harus segera diusut secara transparan. “Langkah awal yang harus dilakukan adalah mencetak rekening koran agar jelas siapa yang melakukan pencairan. Kasus seperti ini bukan pertama kali terjadi,” tegasnya.
FAAM mengingatkan, kasus serupa pernah terjadi di Kecamatan Wilangan. Saat itu, setelah ditelusuri, dana PKH ternyata ditarik oleh oknum pendamping kecamatan. Meski kemudian dikembalikan setelah terbongkar, proses hukum tidak pernah benar-benar berjalan. Pelaku justru hanya dipindahkan ke wilayah lain, termasuk ke Kecamatan Ngetos.
“Kalau setiap kasus hanya selesai dengan pengembalian uang, ini preseden buruk bagi penegakan hukum. Bantuan sosial adalah hak masyarakat miskin. Bila ada penyelewengan, harus ada proses hukum agar ada efek jera,” tandas Ulinuha.
Ia menegaskan, dana PKH adalah amanat negara untuk warga kurang mampu. Penyalahgunaan atau penggelapan dana ini bukan sekadar persoalan moral, melainkan tindak pidana yang merugikan rakyat kecil.
Hingga berita ini diturunkan, pihak terkait belum memberikan klarifikasi resmi. Masyarakat menunggu langkah tegas aparat penegak hukum agar kasus serupa tidak kembali tenggelam dan “senyap” seperti yang sudah-sudah.(Maryono)