Jakarta Barat, benuapostnusantara.com – Fenomena toko sembako yang berkedok menjual obat-obatan keras kembali mencuat. Kali ini, sebuah toko yang berlokasi di Jalan Joglo, Meruya Selatan, Jakarta Barat, tepatnya di RT 009/03 Kelurahan Joglo, diduga kuat menjual obat golongan G secara ilegal, seperti Tramadol dan Eximer, yang masuk dalam kategori obat psikotropika dan berisiko tinggi bila disalahgunakan.
Investigasi dari awak media mengungkapkan, saat dikonfirmasi, penjaga toko yang mengaku bernama Niko menolak memberi informasi mengenai pihak yang bertanggung jawab atas toko tersebut. “Tidak bisa diberitahukan, tidak boleh,” ujarnya dengan nada tertutup.
Yang lebih mencurigakan, meskipun toko tersebut tampak seperti toko sembako biasa, di dinding toko terpasang selembar kertas izin usaha yang menimbulkan pertanyaan: izin usaha untuk sembako atau penjualan obat keras? Hal ini memicu dugaan bahwa surat izin tersebut digunakan sebagai tameng untuk melindungi praktik ilegal yang sebenarnya telah melanggar hukum.
Pelanggaran Hukum: Jelas dan Berat
Dalam konteks hukum, penjualan obat keras seperti Tramadol dan Eximer tanpa izin resmi dan tanpa pengawasan apoteker adalah pelanggaran serius. Berikut adalah beberapa pasal hukum yang dapat dikenakan:
1. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 196:
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah)."
Pasal 197:
Setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah)."
2. UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
Pasal 59 Ayat (1):
Setiap orang yang tanpa hak memiliki, menyimpan, atau membawa psikotropika dapat dipidana penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp100.000.000."
3. Permenkes RI No. 3 Tahun 2017
Tentang Perubahan atas Permenkes No. 30 Tahun 2014 mengenai Pengawasan dan Pengendalian Obat Golongan G, yang menyatakan bahwa obat keras hanya boleh dijual di apotek dan harus dengan resep dokter.
Pertanyaan untuk Pemerintah: Di Mana Pengawasannya?
Kasus ini kembali menyoroti lemahnya pengawasan dari pihak terkait, seperti Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan aparat kepolisian. Apakah mereka tidak tahu? Atau sudah tahu tetapi menutup mata?
Toko obat ilegal yang berkedok toko sembako bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam nyawa generasi muda, karena obat-obatan seperti Tramadol dan Eximer sering disalahgunakan sebagai zat adiktif yang merusak sistem saraf.
Seruan Publik dan Tindakan Tegas
Masyarakat meminta agar Kapolsek Kembangan, Dinas Kesehatan Jakarta Barat, hingga BPOM RI segera bertindak tegas, bukan hanya memberikan peringatan, tetapi menutup toko, menyita barang bukti, dan menangkap pelaku.
Jika hal ini terus dibiarkan, maka bukan hanya hukum yang diinjak-injak, tetapi juga masa depan anak bangsa yang akan hancur akibat penyalahgunaan obat ilegal yang dijual bebas di warung sembako.
Tim investigasi