Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nganjuk menggelar rapat terbuka,dengar pendapat (hearing) untuk membahas persoalan perizinan kesenian tradisional jaranan yang dinilai semakin sulit berkembang dan memperpuruk pelaku seni khususnya kesenian jaranan
Permasalahan utama yang mencuat adalah mahalnya biaya pengurusan izin serta kesulitan dalam mendapatkan izin keramaian, khususnya di wilayah Kecamatan Loceret.
Hearing yang digelar di ruang sidang DPRD Kabupaten Nganjuk , dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPRD Ulum Bastomi dan dihadiri berbagai pihak, antara lain Ketua LSM MAPAK Supriyono, Kasat Intelkam Polres Nganjuk Joko Sutrisno SH, Kabagops Polres Andrianto, Kepala Dinas PORABUDPAR Sri Handayani, Kepala Bapenda Slamet Basuki, dan juga perwakilan Komisi II dan IV DPRD, serta ketua Paguyuban Jaranan Nganjuk (PAJANG), Sugiono, beserta anggotanya.
Dalam forum tersebut, perwakilan PAJANG menyampaikan keluhan bahwa biaya izin pertunjukan jaranan dinilai terlalu tinggi, serta sulitnya memperoleh izin, terutama di wilayah Kecamatan Loceret. Mereka menilai kondisi tersebut dapat mengancam kelestarian kesenian ,yang seharusnya semua elemen dapat memberikan motivasi untuk mencintai budaya dan karya seni anak bangsa "Bangsa yang kuat adalah bangsa yang menjunjung nilai tinggi budaya bangsa itu sendiri.
Menanggapi hal itu, Kasat Intelkam Polres Nganjuk Joko Sutrisno menegaskan bahwa secara prosedural, pengurusan izin di jajaran kepolisian tidak dipungut biaya alias gratis. Ia menjelaskan bahwa setiap wilayah memiliki tingkat kerawanan yang berbeda-beda sehingga penilaian untuk penerbitan izin juga disesuaikan dengan kondisi keamanan di lapangan.
“Setiap daerah memiliki potensi kerawanan yang berbeda. Untuk wilayah dengan potensi konflik tinggi, aparat keamanan akan melakukan pertimbangan yang lebih ketat. Jika dinilai berisiko, izin bisa saja tidak dikeluarkan. Intinya, kita semua menginginkan Nganjuk tetap kondusif,” ujar Joko Sutrisno.
Pernyataan tersebut juga diamini oleh anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Nganjuk, Karyo Sulistyo. Ia menyatakan bahwa pendekatan keamanan memang tidak bisa disamaratakan di setiap kecamatan, dan mencontohkan daerah pemilihannya yang juga mengalami gesekan antarorganisasi. Ia menyarankan agar Pemerintah Kabupaten Nganjuk melakukan studi banding ke daerah lain, seperti Kabupaten Madiun, dalam hal tata kelola perizinan kesenian.
“Saya minta pimpinan rapat menindaklanjuti forum ini dengan pertemuan lebih lanjut yang melibatkan Dinas PORABUDPAR dan kepolisian, agar persoalan ini mendapatkan solusi menyeluruh,” kata Karyo.
Sementara itu, Ketua LSM MAPAK Supriyono menyampaikan kritik tajam terhadap Polsek Loceret yang dinilai menjadi satu-satunya kepolisian sektor yang hingga kini belum memberikan izin pertunjukan jaranan.
“Dari 20 Polsek yang ada di Kabupaten Nganjuk, hanya Polsek Loceret yang masih bersikukuh menolak memberikan izin, tanpa menawarkan solusi. Ini bentuk diskriminasi terhadap kesenian rakyat. Kalau 19 Polsek bisa memberikan izin, kenapa Loceret tidak?” tegas Supriyono.
Ia pun mendesak Kasat Intelkam untuk menyampaikan aspirasi ini kepada Kapolres Nganjuk agar mencopot Kapolsek Loceret karena dinilai tidak mampu menjalankan tugasnya secara bijak dan adil.
Forum hearing ini ditutup dengan kesepakatan untuk menindaklanjuti berbagai masukan dan keluhan dari masyarakat seni melalui pertemuan lanjutan lintas sektor, dengan harapan agar kesenian jaranan di Kabupaten Nganjuk tetap lestari dan mendapat ruang yang layak di tengah dinamika sosial dan keamanan yang (mariyono.)