Jakarta, benuapostnusantara.com – Indonesia Millennial Center (IMC) menggelar seminar hukum bertajuk “RKUHAP sebagai Langkah Strategis Menuju Kedaulatan Hukum Nasional”, pada Rabu, 30 Juli 2025, bertempat di Gedung Joang, Menteng, Jakarta Pusat. Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber terkemuka, yakni Prof. Suparji Ahmad, SH., MH., Saor Siagian, SH., MH., dan Dr. Asmi Syahputra, SH., MH., dengan moderator Yerikho Manurung.
Seminar ini bertujuan membedah urgensi revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai upaya strategis memperkuat sistem hukum nasional yang adil dan berpihak kepada rakyat.
Prof. Suparji Ahmad: Hukum Harus Restoratif dan Kolaboratif
Dalam pemaparannya, Prof. Suparji Ahmad menekankan pentingnya revisi KUHAP sebagai bagian dari pembaruan sistem hukum nasional.
“Persoalan hari ini adalah keadilan dan kesejahteraan yang belum tercipta. Maka, sistem hukum kita harus dikoreksi. Kita masih menggunakan warisan hukum kolonial, padahal sejak 2 Januari 2018, kita sudah mulai memasuki masa berlakunya KUHP Nasional,” ujarnya.
Prof. Suparji juga mendorong pergeseran paradigma dari penegakan hukum yang bersifat retributif menuju pendekatan restoratif dan kolaboratif. Menurutnya, sistem hukum nasional harus membangun keadilan kolektif dan manusiawi, bukan sekadar menghukum.
“Tanpa kolaborasi antara jaksa, polisi, pengacara, hingga lembaga pemasyarakatan, reformasi KUHAP tidak akan efektif. Revisi KUHAP tidak boleh sebatas administratif, tapi harus menyentuh cara berpikir para penegak hukum,” tegasnya.
Saor Siagian: Libatkan Rakyat dalam Legislasi
Pengacara senior Saor Siagian, SH., menyoroti pentingnya partisipasi publik dalam proses legislasi hukum.
“Pembentukan undang-undang bukan hanya urusan elite. Rakyat harus dilibatkan karena hukum mengatur kehidupan mereka,” ujarnya.
Ia mencontohkan kasus yang pernah ditanganinya, di mana seorang siswa meninggal dunia karena ketakutan diburu aparat.
“Senjata aparat berasal dari uang rakyat, bukan warisan nenek moyangnya. Maka hukum jangan sampai menjadi alat penindas,” katanya.
Saor menutup dengan menyerukan agar revisi KUHAP dijadikan momentum membangun sistem hukum yang adil, inklusif, dan berpihak kepada rakyat.
Dr. Asmi Syahputra: Teknologi untuk Transparansi
Dr. Asmi Syahputra, SH., MH., dalam kesempatan yang sama, mengusulkan penerapan sistem informasi berbasis teknologi dalam penanganan perkara, mulai dari laporan polisi hingga tahap penyelidikan dan penyidikan.
“Mekanisme ini akan membangun transparansi dan akuntabilitas melalui kerangka Single Prosecution Platform (SPP) yang sedang dikembangkan,” jelasnya.
Usulan ini, menurutnya, menjawab kekhawatiran publik terhadap tarik-ulur perkara dan pelemahan prinsip due process of law.
Ia optimistis bahwa RUU KUHAP yang baru akan menjadi lompatan besar dari KUHAP lama. Terlebih, Komisi III DPR RI telah menyatakan keterbukaannya terhadap masukan publik.
Substansi RUU KUHAP telah menyatakan akan menjunjung tinggi HAM, mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, memperhatikan hukum internasional, serta menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan zaman,” tegasnya.
Penutup
Seminar ini menjadi ruang strategis bagi para akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat untuk berdiskusi dan menyuarakan aspirasi demi mewujudkan sistem hukum nasional yang berdaulat, berkeadilan, dan demokratis.