Kedatangan Yulma terkait penahanan Ijazah dan (SHM ) Sertifikat Hak Milik Deny salah satu mantan pegawai koperasi tersebut.
Berawal dari aduan Deni kepada ketua SLJ , menjelaskan kronologi peristiwa sebenarnya, yang berlanjut memicu SLJ untuk mendatangi langsung kantor koperasi,dan berharap pihak Koperasi Setia Bhakti dapat segera mengeluarkan ijazah Deny.
Deni sudah berusaha sendiri memohon kepada pihak koperasi agar mengeluarkan izasah dan sertifikatnya,namun dari pihak koperasi tidak memberikan ijasah dan sertifikat miliknya,dengan alasan dari pihak manejemen Koperasi,dia harus melunasi angsuran ,plus bunga angsuran dari nasabah yang ada di bawah pertanggung jawaban area kerjanya
.Deny juga berupaya untuk mengembalikan walaupun itu di luar pertanggungnya, bahkan dia berupaya semaksimal, membayar uang sebesar Rp 29 000.000 untuk membayar tanggungan nasabahnya sesuai petunjuk dari pihak menegemet koperasi,
Ironisnya semua usahanya tidak membuahkan hasil,karena sampai saat ini ijazah dan Sertifikat masih di tahan dan berada di Koperasi itu.
Selain itu Deny juga merasa keberatan karena dia harus melunasi hutang hutang dari nasabahnya plus bunga bunganya.
Dengan adanya keadaan ini aktifis SLJ beserta ketuanya mendatangi kantor koperasi, untuk klarifikasi lebih lanjut,namun patut di sayangkan pihak manejemen dan Direktur koperasi tidak berada di tempat ,"Hal ini sebetulnya nggak boleh terjadi,karena sudah menyalahi aturan perundangan undangan dan hak asasi manusia,mengexploitasi karyawan dengan aturan perusahaan yang tidak seimbang dan sewajarnya"ujar Yulma.
Informasi dari salah satu pegawai bahwa Dirut koperasi Setia bakti masih berada di luar kota , selanjutnya yulma menghubungi lewat via Voice note WA di salah satu HP karyawan untuk di hubungkan ke menegernya, yang intinya Yulma berkeinginan mediasi langsung untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan baik baik,seandainya mentok Yulma akan menempuh jalur hukum.
Selain itu yulma juga memaparkan ke awak media menurut opininya kasus kasus seperti ini banyak terjadi di Indonesia,dan berujung konflik internal di perusahaan,sebenarnya menahan ijazah karyawan melanggar hak pekerja, sebagaimana ditegaskan oleh Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/5/HK.04.00/V/2025. Perusahaan dilarang menahan ijazah atau dokumen pribadi lainnya sebagai jaminan untuk bekerja. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja setempat atau Kementerian Ketenagakerjaan.
Surat Edaran Menaker Nomor M/5/HK.04.00/V/2025: Surat edaran ini melarang pemberi kerja mensyaratkan atau menahan ijazah dan/atau dokumen pribadi pekerja sebagai jaminan untuk bekerja.selain itu juga
Melanggar Hak Asasi Manusia: Penahanan ijazah dianggap melanggar hak identitas pribadi pekerja dan bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia.
Ijazah adalah Data Pribadi: Ijazah adalah data pribadi dan bukan jaminan kerja.
Jadi, menyepakati penahanan ijazah dalam bentuk perjanjian kerja hendaklah dilihat kembali apakah ada penyalahgunaan keadaan atau kedudukan yang tidak seimbang antara pekerja dengan pemberi kerja. Selain itu, telah jelas bahwa penahanan ijazah menjadi suatu sebab yang terlarang berdasarkan SE Menaker No. M/5/HK.04.00/V/2025, kecuali pada kondisi tertentu dengan syarat tertentu. Sehingga perjanjian batal demi hukum (Tomo)