-->
  • Benua Post Nusantara

    Copyright © Benua Post Nusantara
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Kreatif


     

    Tex berjalan

    Iklan


     

    Category 2

    Bocor pembicaraan Guru dan Wali murid,"Dugaan Pungli SMKN 1 Kertosono"

    Jumat, 10 Oktober 2025, 1:39:00 PM WIB Last Updated 2025-10-10T06:39:45Z
    masukkan script iklan disini

    Nganjuk, Benua Post Nusantara.com

    Beredarnya rekaman percakapan yang diduga melibatkan wali murid dan seorang guru perempuan di SMKN 1 Kertosono, Kabupaten Nganjuk, memicu kehebohan dan sorotan publik. Dalam rekaman berdurasi beberapa menit itu, terdengar pembahasan mengenai biaya sekolah sebesar Rp1,5 juta per tahun yang disebut sebagai “sumbangan”.


    Namun dari isi percakapan tersebut terungkap bahwa sumbangan itu bersifat wajib dan berulang setiap tahun, bukan bersifat sukarela sebagaimana ketentuan yang berlaku.
    Padahal, sejumlah wali murid mengaku bahwa pada awalnya mereka memahami pembayaran itu hanya dilakukan sekali, bukan setiap tahun. Hal ini memunculkan dugaan kuat adanya pungutan berkedok sumbangan pendidikan.
    “Dulu katanya cuma bayar sekali, kok sekarang tiap tahun?” ujar salah satu suara yang diduga wali murid dalam rekaman tersebut.


    Guru yang terdengar dalam rekaman berusaha menjelaskan bahwa pembayaran itu merupakan bagian dari program tahunan sekolah, namun penjelasan tersebut justru menimbulkan pertanyaan baru tentang dasar hukum dan transparansi pengelolaan dana.


    Ketua DPC Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat (FAAM) Nganjuk, Achmad Ulinuha, menegaskan bahwa praktik seperti ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, khususnya Pasal 12, yang secara tegas menyebutkan bahwa sekolah dan komite dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik atau orang tua/wali murid.
    “Dalam Permendikbud 75 Tahun 2016 Pasal 12 sudah sangat jelas: Komite Sekolah dan pihak sekolah dilarang melakukan pungutan. Yang diperbolehkan hanya sumbangan yang bersifat sukarela, tidak mengikat, dan tidak menjadi syarat wajib bagi siswa,” tegas Achmad Ulinuha.


    Menurutnya, ketika sumbangan sudah memiliki nominal tertentu, jangka waktu pembayaran, dan kewajiban tahunan, maka hal itu tidak lagi termasuk sumbangan sukarela, melainkan pungutan yang melanggar hukum administrasi pendidikan
    Atas dasar temuan ini, LSM FAAM akan segera melaporkan dugaan pungutan wajib di SMKN 1 Kertosono ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Nganjuk. Laporan ini akan disertai dengan bukti rekaman, keterangan wali murid, serta permintaan klarifikasi resmi kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur dan Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Nganjuk.
    “Kami akan melaporkan kasus ini ke Kejari Nganjuk karena ada indikasi kuat pelanggaran hukum dan penyalahgunaan wewenang. Kami juga akan meminta dinas membuka dokumen RAB, SPJ, dan LPJ penggunaan dana partisipasi masyarakat di SMKN 1 Kertosono,” ungkapnya.


    Achmad menambahkan, jika jumlah siswa di sekolah tersebut mencapai ratusan orang, maka dana yang terkumpul dari pungutan tahunan bisa mencapai ratusan juta rupiah. Tanpa pelaporan keuangan yang terbuka, praktik semacam ini berpotensi menimbulkan korupsi dan pelanggaran etika publik.


    Kasus ini sekaligus membantah klaim Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, yang sebelumnya menyatakan bahwa “tidak ada lagi pungli di SMA dan SMK se-Jawa Timur.”
    Fakta di SMKN 1 Kertosono justru menunjukkan sebaliknya: pungutan berkedok sumbangan masih terjadi dan membebani wali murid.
    “Pernyataan Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur itu jelas tidak sesuai dengan realita. Fakta di lapangan menunjukkan masih adanya pungutan yang bertentangan dengan aturan. Ini membuktikan pengawasan dinas sangat lemah,” tegas Achmad
    LSM FAAM mendesak Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengelolaan dana partisipasi masyarakat di sekolah-sekolah negeri.


    Selain itu, FAAM meminta agar seluruh sekolah negeri wajib membuka Rencana Anggaran Biaya (RAB), Surat Pertanggungjawaban (SPJ), dan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) secara transparan kepada publik.
    “Ini bukan sekadar soal uang, tapi soal integritas lembaga pendidikan. Jika sekolah negeri masih melakukan pungutan, lalu di mana letak kejujuran dan tanggung jawab publiknya?” tutup Achmad.


    Kasus SMKN 1 Kertosono kini menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum dan Dinas Pendidikan Jawa Timur untuk membuktikan komitmen mereka terhadap pemberantasan pungli di dunia pendidikan. Masyarakat menanti tindak lanjut konkret, bukan sekadar pernyataan manis di atas kertas.(Tomo team)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Pasang Iklan Anda Disini : 081295090601

    NamaLabel

    +