Benua Post Nusantara | Pangkalpinang, 6 Oktober 2025 — Aksi unjuk rasa ribuan penambang rakyat di depan Kantor Pusat PT Timah Tbk, Pangkalpinang, berakhir ricuh pada Senin (6/10). Bentrokan pecah setelah massa mencoba masuk ke area kantor, yang dibalas aparat dengan tembakan gas air mata dan water cannon.
Kericuhan terjadi bertepatan dengan kunjungan kerja Presiden Prabowo Subianto ke Bangka untuk penyerahan aset rampasan kasus korupsi timah.
Tuntutan Penambang
Massa yang tergabung dalam Aliansi Tambang Rakyat Bersatu menyuarakan tiga tuntutan utama:
Pembubaran Satgas Nanggala bentukan PT Timah dan Satgas Halilintar bentukan pemerintah.
Kenaikan harga beli pasir timah dari penambang rakyat.
Reformasi tata kelola timah yang lebih transparan dan berkeadilan.
Kerusakan dan Korban
Pantauan di lokasi, pagar kantor PT Timah roboh, kaca jendela pecah, dan sejumlah fasilitas rusak. Tembakan gas air mata bahkan masuk ke pemukiman warga sekitar.
Sejumlah korban dilaporkan jatuh, mulai dari demonstran, polisi, jurnalis, hingga warga sipil yang terkena imbas gas air mata.
Tuntutan Dikabulkan
Meski sempat memanas, aksi ini berujung pada kesepakatan. PT Timah Tbk menyatakan siap menaikkan harga beli pasir timah dari rakyat, sementara Gubernur Bangka Belitung memberi sinyal positif terhadap pembubaran satgas.
Direktur Utama PT Timah menegaskan perusahaan akan membeli timah basah dengan harga yang telah disepakati bersama penambang.
Pertanyaan yang Tersisa
Kesepakatan yang baru tercapai setelah ricuh memicu kritik tajam. “Mengapa harus ada kekerasan seperti ini baru aspirasi masyarakat didengar?” tanya seorang penambang.
Peristiwa ini dinilai mencerminkan pola berulang: suara rakyat kerap diabaikan hingga akhirnya mendapat respons setelah situasi memanas.
Tantangan ke Depan
Aksi ini menegaskan urgensi tata kelola sumber daya alam yang pro-rakyat serta perlunya jalur komunikasi yang responsif antara perusahaan BUMN, pemerintah, dan masyarakat.
Pencapaian kesepakatan diharapkan meredakan ketegangan jangka pendek. Namun, ujian sebenarnya adalah memastikan implementasi komitmen tersebut dan membangun dialog konstruktif tanpa harus menunggu kekerasan.
(Reny)