
Penetapan Tersangka Kades Jambu Cs Dianggap Langgar Putusan MK dan Kode Etik Jaksa
Dompu, Benua Post Nusantara — Pengacara Kepala Desa (Kades) Jambu Cs, Irhamzah SH, menilai Kejaksaan Negeri (Kejari) Dompu bertindak sewenang-wenang dalam penetapan status tersangka terhadap kliennya. Ia menilai proses hukum tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dan melanggar prinsip due process of law.
Menurut Irhamzah, korupsi memang merupakan kejahatan yang wajib diperangi bersama, namun penegak hukum seharusnya tidak menempuh cara-cara yang bertentangan dengan hukum itu sendiri.
Negara ini seharusnya menjadi contoh ketaatan hukum. Percuma dibentuk kalau pada akhirnya mempertontonkan cara-cara yang tidak taat hukum,” tegas Irham di kediamannya, Rabu (23/10/2025).
Dipanggil Sebagai Saksi, Pulang Jadi Tersangka
Irham memaparkan, pada 10 Oktober 2025, Kejari Dompu mengirim surat panggilan kepada tiga orang, termasuk Kades Jambu dan perangkatnya, dengan status “panggilan sebagai saksi”. Empat hari kemudian, tepatnya pada 14 Oktober 2025, ketiganya memenuhi panggilan tersebut dan memberikan keterangan di hadapan jaksa.
Namun di luar dugaan, setelah pemeriksaan selesai, ketiganya langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada hari yang sama.
Mereka datang sebagai saksi, bukan tersangka. Tapi di akhir pemeriksaan, tiba-tiba statusnya berubah dan mereka langsung ditahan. Ini tindakan yang sangat mengejutkan dan melanggar asas keadilan,” jelas Irham.
Ia menyebut tindakan itu sebagai bentuk “kamuflase hukum”, ibarat taktik pemburu yang menjerat rusa dengan suara siulan untuk memancing mangsanya.
Taktik ini seperti siulan pemburu rusa. Rusa mendekat karena tergoda suara, tanpa sadar sudah jadi sasaran peluru. Klien saya datang dengan niat baik, tapi dijebak dengan cara yang tidak manusiawi,” sindirnya.
Langgar Putusan Mahkamah Konstitusi
Irham menegaskan, tindakan Kejari Dompu bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, yang menegaskan bahwa seseorang yang hendak dijadikan tersangka tidak boleh dipanggil sebagai saksi, melainkan harus dipanggil dengan status calon tersangka.
Kalau mengacu pada putusan MK tersebut, maka tindakan Kejari Dompu yang memanggil Kades Jambu Cs sebagai saksi lalu menetapkannya sebagai tersangka dan langsung menahan mereka, jelas melanggar hukum,” tegas Irhamzah.
Menurutnya, kejadian itu menunjukkan bahwa jaksa telah mengabaikan putusan pengadilan yang bersifat final dan mengikat.
Diduga Langgar Kode Etik dan Peraturan Kejaksaan
Lebih lanjut, Irham mengutip Peraturan Kejaksaan RI Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kode Perilaku Jaksa yang secara tegas mengatur kewajiban dan larangan bagi jaksa.
Pasal 8 huruf (h): Jaksa wajib memastikan terjaminnya hak tersangka sesuai peraturan perundang-undangan dan hak asasi manusia.
Pasal 9 huruf (b): Jaksa dilarang mengabaikan penetapan hakim atau putusan pengadilan.
Kejari Dompu jelas mengabaikan hak-hak tersangka dan tidak menaati putusan MK. Ini bentuk pelanggaran terhadap kode etik jaksa,” ujar Irham.
Ia menilai, akibat pelanggaran tersebut, penetapan tersangka terhadap Kades Jambu Cs sarat dengan cacat hukum dan berpotensi batal demi hukum.
Minta Pemeriksaan Etik terhadap Penyidik
Sebagai penutup, Irham meminta agar sebelum perkara Kades Jambu Cs dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), penyidik dan jaksa yang menangani kasus tersebut diperiksa terlebih dahulu atas dugaan pelanggaran etik dan perilaku.
Idealnya, penyidik diperiksa dulu agar penegakan hukum tetap berjalan sesuai prinsip due process of law. Jangan sampai hukum dijadikan alat kekuasaan,” pungkasnya.
Reporter: Mus
Editor: Tim Redaksi Benua Post Nusantara



.png)
.png)




