![]() |
Foto: cnnindonesia.com | editor. benuapostnusantara.com |
JAKARTA, benuapostnusantara.com | Fenomena percepatan rotasi Bumi kembali terjadi dan menjadikan hari ini, Selasa, 5 Agustus 2025, sebagai hari terpendek sepanjang tahun ini. Para ilmuwan mencatat, panjang hari ini berkurang sekitar 1,25 milidetik dari durasi standar satu hari penuh, yakni 86.400 detik.
Fenomena ini menjadikan 5 Agustus sebagai bukan hanya hari terpendek di tahun 2025, tetapi juga salah satu hari terpendek sejak pengukuran rotasi Bumi dilakukan secara ilmiah.
Kenapa Bumi Berputar Lebih Cepat?
Percepatan rotasi Bumi bukan hal yang baru, namun masih menjadi topik yang menarik di kalangan ilmuwan. Dalam beberapa dekade terakhir, sejumlah hari telah tercatat lebih pendek dari standar 24 jam karena fluktuasi alami dalam dinamika rotasi Bumi.
Beberapa faktor yang memengaruhi percepatan rotasi Bumi antara lain:
Gerakan inti Bumi: Pergeseran cairan di inti Bumi dapat mengubah kecepatan rotasinya.
Aktivitas seismik: Gempa bumi besar dapat mempengaruhi distribusi massa planet ini.
Fenomena pasang surut dan perubahan atmosfer: Interaksi gravitasi antara Bumi dan Bulan serta pola angin dan tekanan udara juga memberi pengaruh kecil namun signifikan.
Pencatatan Akurat Berbasis Teknologi
Fenomena ini terdeteksi menggunakan teknologi jam atom ultra-presisi dan sistem pengukuran yang disebut Layanan Rotasi Bumi Internasional (IERS), yang memantau panjang hari (length of day/LOD) secara real-time.
Percepatan rotasi ini memang tidak berdampak langsung bagi kehidupan sehari-hari manusia. Namun, dalam jangka panjang dan bagi sistem yang sangat sensitif terhadap waktu — seperti satelit, navigasi GPS, dan jaringan komunikasi global — perubahan sekecil apapun bisa memicu kebutuhan penyesuaian waktu seperti leap second (detik kabisat).
Apa Dampaknya bagi Kita?
Bagi masyarakat umum, perubahan ini tidak terasa secara langsung. Hari tetap terasa seperti biasa, matahari tetap terbit dan terbenam sesuai waktu lokal. Namun secara teknis, jam dunia yang menjadi acuan sistem global bisa mengalami penyesuaian jika fenomena ini terus berulang atau meningkat frekuensinya.
Para ilmuwan dan badan pemantau waktu dunia akan terus mengkaji tren ini untuk menentukan apakah dibutuhkan penyesuaian waktu di masa mendatang.
Sumber: cnnindonesia.com
Editor: Redaksi Benua Post Nusantara