Tangsel | Benua Post Nusantara
Modus baru peredaran obat-obatan terlarang terendus di wilayah hukum Polsek Tangerang Kota. Sebuah toko kosmetik yang berlokasi di Jl. Raya Serpong KM 7 No. 91–92, Pondok Jagung, Kecamatan Serpong Utara, Kota Tangerang Selatan, Banten, diduga menjadi sarang penjualan ilegal obat keras jenis Tramadol dan Eximer.
Berdasarkan hasil investigasi tim media di lokasi, dua penjaga toko secara terbuka mengakui bahwa mereka hanya menjual “obat kuning” (sebutan untuk Eximer) dan Tramadol. Namun saat diminta menunjukkan barang bukti, keduanya menolak dengan alasan mengikuti instruksi dari pemilik toko.Narkotika
“Barangnya ada, tapi saya tidak bisa keluarkan. Bos Kosmetik melarang menunjukkan ke siapa pun,” ujar salah satu penjaga toko yang enggan disebutkan namanya.
Penjaga toko juga menyebut nama seorang individu yang diduga terlibat dalam jaringan ini, yakni Billy. Namanya mencuat sebagai salah satu yang terlibat dalam aktivitas ilegal tersebut.
Dari pantauan di lapangan, toko ini menampilkan etalase yang menjual parfum, kosmetik, hingga obat sirup anak. Diduga kuat, tampilan tersebut hanyalah kamuflase untuk menutupi praktik penjualan obat keras terlarang yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Toko juga dilengkapi dengan kamera pengawas (CCTV) di berbagai sudut, yang menimbulkan dugaan adanya pengawasan khusus untuk mengantisipasi razia aparat penegak hukum.
Hingga berita ini dipublikasikan, belum ada tindakan tegas dari pihak berwenang terhadap toko tersebut. Masyarakat sekitar berharap aparat kepolisian, khususnya Polres Tangerang Selatan dan BNN setempat, segera melakukan penyelidikan menyeluruh dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat.
Dasar Hukum Pelanggaran
Tindakan penjualan obat keras tanpa izin ini melanggar beberapa ketentuan hukum di Indonesia, antara lain:
Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).”
Pasal 197 UU No. 36 Tahun 2009 juga menegaskan:
“Setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, atau kemanfaatan dan mutu dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.”
Jika terbukti terdapat unsur penyalahgunaan obat untuk tujuan psikotropika atau narkotika, maka dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Supriyadi