C
IREBON 29 oktober 2025 - Pemasangan tiang jaringan WiFi milik perusahaan Starlite di kawasan RW 10, Penggung Utara, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, menuai polemik dan keresahan warga. Aktivitas pemasangan yang dilakukan tanpa sosialisasi dan diduga belum mengantongi izin resmi dari Pemerintah Kota Cirebon ini menjadi sorotan publik.
Ketegangan muncul saat sejumlah warga mendatangi awak media yang sedang mengambil dokumentasi tiang-tiang jaringan yang baru ditanam di area pemukiman. Salah satu warga dengan nada kecewa menyampaikan bahwa tidak pernah ada rapat atau sosialisasi yang melibatkan masyarakat setempat terkait proyek pemasangan tersebut.
“Kami tidak pernah diajak bicara, tahu-tahu tiang sudah berdiri di depan rumah. Tidak ada kesepakatan, tidak ada pemberitahuan,” ujar salah satu warga dengan nada kesal.
Dari pantauan di lapangan, tiang jaringan WiFi Starlite berdiri berdekatan dengan tiang-tiang lainnya milik perusahaan berbeda, menambah kesemrawutan tata ruang lingkungan. Warga khawatir jika nanti kabel-kabel jaringan dipasang, kondisi di sekitar permukiman akan tampak semakin ruwet dan mengganggu estetika lingkungan.
Ironisnya, berdasarkan informasi yang dihimpun, antara pihak vendor Starlite dan pengurus RW serta Karang Taruna Penggung Utara sebelumnya sempat disepakati secara lisan jumlah pemasangan sebanyak 21 tiang. Namun kenyataannya, di lapangan ditemukan 37 tiang sudah berdiri tanpa pemberitahuan lanjutan. Hal ini membuat pihak Karang Taruna merasa kecewa dan meminta agar tiang-tiang yang melebihi kesepakatan segera dicabut. Namun pengakuan berbeda dari pihak vendor mengatakan tidak ada kesepakatan mengenai jumlah pemasangan tiang, bersamaan dengan menunjukan surat berita acara yang dibuat oleh kedua belah pihak, maka hal ini menimbulkan polemik bahwa pihak vendor bisa sesuka hati menanam jumlah tiang jaringan wifi diwilayah tersebut.
Saat dikonfirmasi via telepon, salah satu perwakilan vendor Starlite mengaku telah memiliki izin dari Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR), namun belum mengantongi izin dari DPMPTSP, DKIS, maupun Dinas Perhubungan (DISHUB), yang seharusnya menjadi bagian dari proses perizinan resmi di tingkat Pemkot Cirebon.
Namun, keterangan berbeda justru muncul saat awak media bertemu langsung dengan petugas vendor di lapangan. Dalam kesempatan itu, ketika aparat hukum dari Babinsa dan Bhabinkamtibmas meminta penghentian aktivitas pemasangan karena adanya penolakan dari Ketua RW 12 dengan tegas menuturkan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan izin.
“Tidak ada satu pun orang dari perusahaan Starlite yang datang meminta izin ke saya. Tiba-tiba sudah ada tiang-tiang itu berdiri di wilayah kami,” tegas Ketua RW 12.
Kebingungan semakin mencuat ketika dua petugas vendor Starlite yang ditemui di lokasi justru saling melempar tanggung jawab soal perizinan. Salah satunya bahkan mengklaim bahwa izin sudah lengkap, namun tidak bisa menunjukkan bukti apa pun. Lebih lanjut, salah satu kepala vendor menyebut bahwa izin sudah dilakukan ke DPUTR Kota Cirebon, sedangkan urusan dengan kelurahan dan kecamatan cukup diwakilkan kepada Ketua RW 10, bukan dilakukan langsung oleh pihak perusahaan sebagaimana prosedur resmi yang semestinya.
Jika benar Starlite telah mengantongi izin dari DPUTR, maka timbul pertanyaan besar, mengapa di lapangan tidak terlihat adanya pengawasan dari petugas dinas terkait? Awak media pun berencana meminta klarifikasi langsung kepada pejabat bidang perizinan DPUTR Kota Cirebon untuk memastikan kebenaran klaim tersebut
Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa perizinan yang dimaksud hanyalah sebatas rekomendasi bukan resmi, hal ini berpotensi menjadi modus untuk menghindari kewajiban pajak dan retribusi daerah, bukan izin legal yang dikeluarkan oleh instansi berwenang di lingkungan Pemerintah Kota Cirebon.
Kasus seperti ini bukan yang pertama kali terjadi di Cirebon. Karena itu, Pemerintah Kota Cirebon tidak boleh tinggal diam dan segera melakukan penertiban secara tegas, yang tak hanya menyegel atau menghentikan kegiatan, tapi juga mencabut seluruh tiang jika terbukti tidak memiliki izin resmi.
Kasus ini menjadi cerminan pentingnya keterbukaan, transparansi, dan koordinasi antara pihak swasta dengan pemerintah serta masyarakat dalam setiap kegiatan pembangunan infrastruktur. Tanpa izin dan komunikasi yang jelas, proyek yang seharusnya bermanfaat justru bisa menimbulkan kekacauan dan ketidakpercayaan publik.










