BEKASI, benuapostnusantara.com – Peredaran obat keras golongan G kembali mencoreng wajah penegakan hukum di daerah perkotaan. Sebuah toko yang tampak seperti toko kosmetik di kawasan Pekayon - Pondok Gede, Bekasi, diduga menjadi kedok penjualan obat keras seperti Tramadol, Hexymer, Aprazolam, Trihexyphenidyl, dan jenis lainnya secara bebas kepada masyarakat umum.
Ironisnya, obat-obat tersebut dijual secara cash on delivery (COD) tanpa resep dokter, dan mayoritas pembelinya adalah remaja usia sekolah. Aktivitas ilegal ini berlangsung secara terang-terangan di pinggir jalan raya utama dan bahkan berlokasi tak jauh dari pemukiman warga.
Toko Kosmetik yang Menyesatkan
Dari pantauan di lapangan, toko tersebut seolah menjual produk kecantikan dan kebutuhan harian. Namun, kenyataannya, barang-barang yang beredar di dalamnya didominasi oleh obat-obat keras daftar G yang seharusnya hanya bisa ditebus menggunakan resep dari tenaga medis.
Warga sekitar menyayangkan lambatnya tindakan tegas dari pihak berwenang. “Sudah lama toko itu dicurigai. Tapi sampai sekarang belum ada tindakan, padahal dampaknya besar ke anak-anak muda di sini,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Hukum Jelas, Tapi Lemah Penegakan?
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan, penjualan obat keras tanpa izin dan tanpa resep dokter melanggar Pasal 196 dan Pasal 197 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:
Pasal 196: Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 197: Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Sementara itu, bagi pengguna atau pemilik tanpa hak, dapat dijerat dengan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, khususnya Pasal 112 dan 127 yang mengatur tentang kepemilikan dan penyalahgunaan narkotika, dengan ancaman pidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau rehabilitasi jika terbukti sebagai pengguna aktif.
Mendesak Tindakan Aparat
Kondisi ini menjadi peringatan serius bagi aparat kepolisian dan BPOM untuk bertindak cepat. Pembiaran terhadap toko-toko semacam ini hanya akan memperparah kerusakan generasi muda.
Kami dari Benua Post Nusantara mendesak agar toko-toko berwajah kosmetik namun berisi racun masyarakat ini segera ditutup, dan pelakunya diproses secara hukum hingga tuntas.
"Obat keras bukan untuk mainan. Bukan pula komoditas COD pinggir jalan. Jangan tunggu banyak korban berjatuhan."
Tim investigasi