Benua Post Nusantara, Pacitan - Asosiasi Nelayan dan Pengepul BBL (Bayi Bening Lobster) atau benur Kabupaten Pacitan kembali menyuarakan kegelisahan mereka terkait kebijakan penghentian ekspor BBL ke Vietnam oleh Badan Layanan Umum (BLU). Kebijakan ini dinilai telah memukul telak perekonomian nelayan pesisir dan membuat ribuan keluarga berada dalam kondisi semakin sulit.
Aspirasi tersebut disampaikan langsung dalam pertemuan dengan Anggota DPR RI Komisi IV, Riyono Caping dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, di Magetan, Jawa Timur. Pertemuan berlangsung intens dan penuh dinamika, mengingat kondisi nelayan yang disebut sudah berada pada titik kritis.
Ketua Asosiasi Nelayan dan Pengepul BBL Nusantara Kabupaten Pacitan, Akha, menyampaikan tiga tuntutan utama yang dinilai mendesak dan harus segera ditindaklanjuti pemerintah pusat agar nasib nelayan tidak semakin terpuruk.
Tiga Tuntutan Utama Nelayan Pacitan
1. Pembentukan atau revisi regulasi setingkat Perpres, PP, atau Perppu/Undang-Undang
Nelayan meminta pemerintah segera mengeluarkan regulasi yang memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap aktivitas penangkapan, distribusi, serta pemasaran benur. Akha menegaskan bahwa tanpa payung hukum yang jelas, para nelayan rentan terhadap tindakan penertiban maupun kriminalisasi.
2. Revisi aturan pelarangan ekspor BBL
Kebijakan penghentian ekspor ke Vietnam dianggap sebagai sumber utama kemerosotan pendapatan nelayan. Akha menyebut, selama bertahun-tahun BBL menjadi penyangga ekonomi pesisir. Tanpa aktivitas ekspor yang legal dan teratur, roda ekonomi nelayan berhenti berputar.
3. Perlindungan hukum dan peningkatan kesejahteraan nelayan
Para nelayan berharap adanya intervensi pemerintah dalam bentuk perlindungan hukum, pengawalan regulasi, serta penyediaan opsi mata pencaharian alternatif apabila kebijakan pelarangan tetap dilanjutkan.
“Kurang lebih ini yang menjadi poin tuntutan para nelayan dan pengepul di Pacitan. Kami hanya ingin kepastian. Selama ini kami hidup dari benur. Ketika dihentikan tanpa solusi, kami benar-benar jatuh,” ujar Akha kepada wartawan pada Jumat (28/11/2025).
Menanggapi keluhan tersebut, Anggota DPR RI Komisi IV, Riyono Caping, memberikan respons positif dan memastikan bahwa pihaknya akan membawa aspirasi nelayan Pacitan ke meja pembahasan di Senayan.
“Kami siap memperjuangkan aspirasi ini. Regulasi yang memberatkan masyarakat harus dikaji ulang. Nelayan butuh kejelasan, bukan justru kebijakan yang membuat mereka kehilangan mata pencaharian,” tegasnya.
Riyono juga menilai bahwa sektor perikanan dan kelautan memerlukan perhatian lebih dari pemerintah, terutama dalam menghadapi dinamika aturan ekspor BBL yang sering berubah-ubah dan tidak berpihak kepada masyarakat kecil.
Di akhir pertemuan, Asosiasi Nelayan dan Pengepul BBL Kabupaten Pacitan menyampaikan apresiasi kepada Riyono Caping yang dinilai cepat tanggap dan bersedia mendengar langsung aspirasi rakyat kecil.
“Kami sangat mengapresiasi respons wakil rakyat seperti beliau ini. Tidak banyak anggota DPR yang mau duduk bersama, mendengar keluhan kami, dan bertindak cepat menindaklanjuti aspirasi wong cilik seperti kami,” tutur Akha.
Pertemuan ini menjadi harapan baru bagi ribuan keluarga nelayan di Pacitan yang selama berbulan-bulan terakhir hidup dalam ketidakpastian. Mereka berharap pemerintah pusat benar-benar merespons tuntutan ini dengan tindakan nyata, bukan sekadar wacana.(*)
Penulis : Iwan





