![]() |
| Foto ilustrasi |
Nganjuk, benuapostnusantara.com — Dugaan praktik pungutan liar (pungli) kembali mencuat dari dunia pendidikan. Kali ini, sorotan tertuju pada SMA Negeri 1 Patianrowo, Kabupaten Nganjuk, yang diduga kuat melakukan pungli berjamaah melalui kerja sama antara kepala sekolah, komite sekolah, dan bahkan Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS).
![]() |
| Foto ilustrasi |
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa pihak sekolah melakukan pungutan dana kepada siswa dan wali murid dengan berbagai dalih kebutuhan sekolah. Ironisnya, jumlah pungutan tersebut mencapai jutaan rupiah — meliputi uang komite sebesar Rp2.500.000, uang seragam Rp1.300.000, serta SPP bulanan Rp60.000. Padahal, sekolah negeri dilarang melakukan pungutan di luar ketentuan resmi, terlebih jika membebani peserta didik dari keluarga tidak mampu. Hal ini sudah dapat dikategorikan sebagai pungutan liar dengan unsur paksaan.
Ketika tim media beberapa kali mencoba melakukan konfirmasi, Kepala Sekolah Jainul Munadir tidak berada di tempat dengan alasan mengikuti bimtek di Jakarta. Sementara itu, Dany, selaku Humas sekolah yang mewakili pihak sekolah, justru menyampaikan pernyataan yang dinilai kontroversial.
Dari keterangan sejumlah wali murid yang enggan disebutkan namanya, mereka mengaku terpaksa membayar sejumlah pungutan yang dikemas dalam istilah sumbangan sukarela. Namun dalam praktiknya, sumbangan tersebut bersifat wajib dan menjadi beban berat bagi keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah.
Uang komite dan seragam mencapai lebih dari dua juta lima ratus ribu rupiah. Padahal masih ada pungutan lain. Kami keberatan, tapi takut bicara karena anak kami masih sekolah di situ,” ujar salah satu wali murid.
![]() |
| Klik disini untuk lihat & tanya-tanya |
Sesuai Permendikbud No. 75 Tahun 2016, komite sekolah tidak diperkenankan melakukan pungutan kepada siswa maupun wali murid. Namun, di lapangan, aturan tersebut tampaknya hanya menjadi formalitas. Dugaan kuat menyebutkan bahwa komite dan pihak sekolah telah bersekongkol menjadikan pungutan ini sebagai lahan basah.
Pengamat hukum Aan Pujianto, SH., MH., turut menanggapi praktik ini.
Semua pelaku pungli, khususnya di wilayah hukum Nganjuk, dapat dijerat dengan Pasal 368 KUHP. Pungutan di sekolah negeri jelas dilarang, dan jika tetap dilakukan, maka unsur pidananya sangat kuat,” tegas Aan.
Ia juga menambahkan bahwa tidak ada alasan apa pun bagi pihak sekolah untuk mengaitkan pungutan tersebut dengan proses penerimaan siswa baru, penilaian akademik, atau kelulusan.
Jika praktik ini terus dibiarkan, kami siap melaporkan langsung kepada Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur,” pungkasnya.
Sayangnya, hingga berita ini diterbitkan, Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Patianrowo belum dapat dikonfirmasi. Upaya komunikasi melalui telepon dan pesan singkat tidak mendapat tanggapan. Sementara itu, informasi yang dihimpun di lapangan semakin memperkuat dugaan adanya pelanggaran administratif hingga potensi tindak pidana.
(BAS-Team | Bersambung...)










