Jakarta (BPN) – Sejumlah media internasional menyoroti langkah Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang menghadiri acara Victory Day Parade di Beijing, China, pada 3 September 2025. Kunjungan tersebut menjadi sorotan bukan hanya karena signifikansinya dalam hubungan bilateral Indonesia–China, tetapi juga lantaran berlangsung di tengah meningkatnya eskalasi kerusuhan di dalam negeri.
Awalnya, Presiden Prabowo sempat membatalkan rencana perjalanan ke Beijing. Keputusan itu diambil setelah merebaknya protes besar di berbagai daerah, dipicu kebijakan kontroversial mengenai tunjangan hunian anggota DPR. Gelombang unjuk rasa bahkan berujung kerusuhan, termasuk insiden tragis tewasnya seorang pengemudi ojek online dan pembakaran gedung parlemen.
Namun, beberapa hari kemudian, Prabowo akhirnya memutuskan tetap hadir dalam parade militer besar di Beijing. Dalam kesempatan itu, ia bertemu langsung dengan Presiden Xi Jinping dan membahas penguatan kerja sama di bidang perdagangan, investasi, infrastruktur, hingga teknologi dan kecerdasan buatan (AI).
Media asing menilai langkah Prabowo tersebut sebagai bagian dari politik luar negeri bebas-aktif Indonesia. Kehadiran Indonesia di Beijing dianggap sebagai sinyal bahwa Jakarta berusaha menjaga keseimbangan hubungan dengan kekuatan global, khususnya Amerika Serikat dan China.
Reuters melaporkan bahwa kunjungan itu merupakan “pesan diplomasi netralitas” Indonesia, sementara The Australian menyoroti kontras antara situasi domestik yang bergolak dengan manuver internasional Presiden di Beijing. Adapun The Guardian menekankan makna simbolis kebersamaan Prabowo dalam satu barisan dengan pemimpin dunia lain seperti Xi Jinping, Vladimir Putin, dan Kim Jong-un.
Kunjungan ini mempertegas posisi Indonesia di tengah dinamika geopolitik global. Di satu sisi, pemerintah dituntut menenangkan situasi dalam negeri; di sisi lain, Indonesia tetap berupaya memainkan peran strategis dalam percaturan internasional.







