
Buleleng, Bali, benuapostnusantara.com – Kasus dugaan penyerobotan tanah yang menyeret nama mantan Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana, mantan Sekda Buleleng, Dewa Ketut Puspaka, serta sejumlah pejabat lainnya kembali menjadi sorotan publik. Laporan atas kasus ini telah masuk ke Polres Buleleng sejak tahun 2023.
Kasus tersebut diduga melibatkan konspirasi antara pejabat negara dengan mantan Kepala BPN Buleleng untuk menyerobot tanah warga di Batu Ampar, Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. Padahal, warga yang bersangkutan telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) serta putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Putusan Inkrah dan Indikasi Konspirasi
Putusan pengadilan menyebut penerbitan sertifikat HPL No. 0001 seluas 45 hektar memiliki cacat yuridis dan dinyatakan melawan hukum. Meski demikian, tanah tersebut tetap diduga dikuasai secara tidak sah oleh para pihak yang dilaporkan.
Respons Pemerintah Pusat
Surat resmi Menkopolhukam tertanggal 18 Oktober 2023 menegaskan adanya praktik penyerobotan tanah, penyalahgunaan wewenang, hingga dugaan keterlibatan mafia tanah dalam kasus tersebut. Namun, proses hukum di tingkat daerah dinilai berjalan lambat dan tidak menunjukkan perkembangan berarti.
Perlakuan Istimewa?
Sejumlah pihak menilai penyidikan di Polres Buleleng berjalan tidak transparan. Polisi disebut masih memperdebatkan legal standing pelapor, meskipun sudah ada putusan pengadilan inkrah. Hal ini memunculkan persepsi adanya perlakuan khusus terhadap para mantan pejabat yang dilaporkan.
Keadilan Dipertanyakan
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: apakah hukum akan ditegakkan dengan adil untuk semua pihak, atau justru kasus ini akan berakhir dengan impunitas bagi para pejabat yang terlibat?